ANALISIS PUISI “DITANYAKAN KEPADANYA” KARYA EMHA AINUN NAJIB
(Sebuah Kajian Melalui Pendekatan Semiotik Riffaterre)
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
Dosen pengapu : Syamsun, S.Pd,
M.A
Oleh :
Maysa Darlyanti
5.11.06.13.0.009
PRODI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang
dapat saya sampaikan kecuali rasa syukur kehadirat Allah SWT hingga saat ini
saya diberikan kesempatan untuk dapat menulis sebuah karya tulis, hanya karena
rahmat yang diberikan-Nya saya dapat merangkai karya tulis ini hingga selesai.
Apapun yang kami sajikan semoga selalu bermamfaat bagi para pembacanya.
Pada tulisan
ini, saya dapat sampaikan tentang puisi yang dianalilis memalui kajian semiotic riffatere dimana
didalam semiotic terdapat 3 pokok pembahasan matrix, model dan varian. Ketiga
pembahasan ini tidak dapat dipisahkan karena mengungkap isi puisi dengan
kontekstual. Saya juga akan menggunakan pemaknaan melalui pembacaan heruistik
dan hermeneutic.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena
itu, pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1.
Bapak DR. Ludi Wisnu Wardana, MM
selaku dekan
2.
Bapak Syamsun, S.Pd, M.A sebagai
dosen pengapu
3.
Dan pada rekan-rekan semua
Saya sangat
menyadari, karya tulis ini masih banyak kekurangan baik isi maupun teknik
penulisan, oleh sebab itu, kritik, saran dan pendapat dari pembaca sangat kami
harapkan.
Mojokerto, 13
Januari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di
era modern ini sering kita jumpai penyimpangan-penyimpangan hukum yang sudah di
anggap sebagai hal yang biasa. Bahkan tak jarang dilanggar secara gamblang di
depan publik tanpa rasa malu. Melemahnya rasa malu oleh individu membuat
penyimpangan semakin merajalela. Nilai-nilai social dalam masyarakat akhirnya
menurun seiring dengan menurunnya nilai moral yang ada. Moral tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan social. Dalam proses bermasyarakat pastinya ada hal
yang baik dan hal yang menyimpang.
Bayak
cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan kesenjangan dan masalah social
yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan karya sastra. Karya satra sendiri adalah
hasil cipta rasa manusia yang dituangkan dalam bentuk karangan dengan memadukan
kenyataan dan imajinasi sehingga dapat
memperoleh nilai-nilai keindahannya. Karya sastra dapat berupa prosa,
puisi atau lakon. Sastra bisa juga disebut sebagai cabang dari seni, yang kedua
unsure integral dari kehidupan. Keduanya hampir bersama dengan adanya manusia,
karena diciptakan dan dinikmati manusia. Sastra telah menjadi bagian dari
pengalaman hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya sebagai
pengalaman maupun dari aspek penciptaannya, yang mengekspresikan pengalaman
batinnya ke dalam karya sastra.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks.
Untuk memahami, karya harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya sastra
diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya
sastra akan dapat dipahami. Contohnya seperti puisi, Puisi merupakan hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan lewat
susunan kata yang mempunyai makna. Puisi juga tersusun atas unsur-unsur yang
beraneka ragam. Unsur-unsur tersebut antara lain berupa kata-kata, bentuk, pola
rima, ritma, ide, makna atau masalah yang diperoleh penyairnya di dalam hidup
dan kehidupan yang hendak disampaikannya kepada pembaca, pendengar, melalui
teknik dan aspek–aspek tertentu. Unsur-unsur yang membangun puisi meliputi
imajinasi, emosi dan bentuknya yang khas (Junus, 1985: 14) . William J. Grace
dalam Sayuti (1985: 14) mengatakan bahwa watak puisi lebih mengutamakan
intuisi, imajinasi dan sintesa dibandingkan dengan prosa yang lebih
mengutamakan pikiran, konstruksi dan analisis.
Sebagai salah satu karya sastra, harus diakui
kalau puisi memang memiliki posisi yang unik. Ada unsur kebebasan yang mungkin
melampaui prosa. Permainan simbolisme yang dihadirkan tidak hanya dengan kata,
tetapi juga dengan angka dan bentuk-bentuk lain menghadirkan nuansa misteri
yang menarik.
Dengan puisi,
seseorang bisa memberikan kritik yang tajam tanpa terkesan mengkritik. Lewat
puisi seseorang bisa menyuarakan pemberontakan tanpa dianggap memberontak.
Bahkan, seseorang bisa dituduh sesat hanya karena puisi yang ditulisnya
menyerang keyakinan tertentu.Maka tak jarang orang akan mengernyitkan dahinya
karena melihat keanehan karya yang disebut puisi. Karena memang tidak mudah
memahami puisi hanya dari membaca sekali dua kali, apalagi sepintas.
Atas dasar di atas, puisi tidak
dapat di pahami secara langsung melainkan harus dilakukan pendekatan terhadap
puisi yang akan di analisis. Dalam penelitian ini, konsep semiotik yang akan
digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang
dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep
semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, peneliti menganggap tepat untuk
diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan Riffaterre
lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih
memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian
ini.
Dalam kaitannya dengan
pemaknaan, pembacalah yang seharusnya bertugas memberi makna karya sastra.
Khusus pemaknaan terhadap puisi, proses pemaknaan itu dimulai dengan pembacaan heuristik, yaitu menemukan meaning unsur-unsurnya
menurut kemampuan bahasa yang berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi tentang dunia luar
(mimetic function). Akan tetapi, pembaca kemudian harus meningkatkannya
ke tataran pembacaan hermeneutik yang di dalamnya kode karya sastra tersebut di
bongkar (decoding) atas dasar significance-nya. Untuk itu,
tanda-tanda dalam sebuah puisi memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan
pemaknaan terhadapnya ( Riffaterre, 1978: 4-6).
Dengan bertolak pada kerangka teori di atas, dapat dikatakan bahwa untuk dapat memahami
hakikat makna dari puisi Ditanyakan Kepadanya karya Emha Ainun Najib, perlu dilakukan interpretasi semiotik.
Pemilihan puisi karya Emha Ainun Najib ini memiliki kelebihan baik dari segi
tema maupun isi puisi, diantaranya pada
segi tema yang menampilkan fenomena social budaya, khususnya pada nilai moral
yang ada dimasyarakat.
Isi dari puisi Ditanyakan
Kepadanya karya Emha Ainun Najib menggambarkan tentang seorang sastrawan
yang ditanya tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan menjawabnya
dengan bahasa kiasan sehingga sang penanya merasa dirinya telah dibohongi
dengan jawaban tersebut dan mengganggap sastrawan tersebut hanya pendusta
belaka. Ini telah menjadi fenomena yang nyata dimana kehidupan sekarang ini
seorang yang jujur akan hancur dan seorang yang berdusta telah menumpuk
dosanya, sehingga para sastrawan menengahi hal itu dengan bahasa kias.
Hal ini pernah terjadi
pada masa penjajahan jepang, dimana semua kritikan tentang Jepang dilarang,
membuat sebuah karya yang berisi tentang pemberontakan Jepang akan mendapat
hukuman mati. Pada akhirnya di jaman itu karya satra yang dapat lolos hanya
karya sastra yang berbahasa kias.
Dalam karyanya Ditanyakan
Kepadanya, Emha Ainun Najib sangat
menunjukkan bagaimana persoalan social di masyarakat yang sudah di anggap
rahasia umum. Seperti seorang pencuri yang tidak lagi malu bahkan dengan
terang-terangan mencuri dihadapan sang pemilik harta. Dan bahasa sindiran yang
khas dari seorang Cak Nun sangat tampak.
Berdasarkan pertimbangan di atas,
dapat dikatakan bahwa puisi Ditanyakan Kepadanya memiliki persoalan-persoalan
tentang nilai sosial dan moral yang ada di masyarakat. Selain alasan-alasan di
atas, pemilihan puisi Ditanyakan Kepadanya objek penelitian ini, juga
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sampai saat ini, belum ada penelitian
terhadap puisi Ditanyakan
Kepadanya g karya Emha Ainun Najib.
1.2
Rumusah Masalah
Rumusahan Masalah Makalah ini adalah
1.2.1 Bagaimana Puisi Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan
Kepadanya ?
1.2.2 Bagaimana
kandungan makna puisi Ditanyakan Kepadanya pembacaan heruistik dan hermeneuitik
?
1.2.3 Bagaimana Matrix, Model dan Varian puisi Ditanyakan
Kepadanya ?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian makalah ini adalah
1.3.1 Puisi Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan Kepadanya
1.3.2 Mendeskripsikan pembacaan heruistik dan hermeneuitik
1.3.3 Mendeskripsikan Matrix, Model dan Varian
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat
teoretis dan praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah hasil
penelitian ini adalah untuk memperkaya referensi mengenai sosialisme yang
dituangkan melalui sebuah karya sastra.
Manfaat praktisnya adalah penelitian
ini dapat digunakan sebagai model untuk melihat dan menganalisis puisi melalui
pendekatan semiotik.
1.5
Definisi Operasional
Ditanyakan Kepadanya adalah judul dari puisi
Emha Ainun Najib mempunyai arti seseorang yang mempunyai pertanyaan kemudian
bertanya kepada orang lain (sastrawan) yang hanya disebutkan dengan kata ganti
–Nya. Ketika “Nya” ditanya dia hanya menjawab dengan perumpaan sehingga yang
bertanya mengganggap dia berdusta.
Analisis
Semiotic Riffatere adalah konsep semiotik
yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterre. Hal
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh
Riffaterre, penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep
dan teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi
secara semiotik, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang
akan dilakukan dalam penelitian ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Semiotik Riffatere
Semiotik merupakan
ilmu tentang tanda. Semiotik yang akan digunakan adalah semiotik Rifaterre
karena semiotik ini memiliki langkah-langkah khusus untuk menganalisis puisi. Pradopo
(2005: 121-122) menyatakan bahwa bahasa sebagi medium karya sastra merupakan
sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti.
Kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan
lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat atau
dengan kata lain dimaknai berdasarkan konvensi masyarakat. Sistem ketandaan ini
disebut semiotik. Begitu juga dengan ilmu yang mempelajari sistem-tanda-tanda
tersebut disebut semiotik(a) atau semiologi. Bahasa yang merupakan sistem tanda
dan sebagai medium karya sastra adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam ilmu
tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai system tanda tigkat pertama
disebut meaning (arti). , karya sastra juga merupakan system tanda yang lebih
tinggi kedudukannya dari bahasa, maka disebut semiotik tingkat kedua. Jadi sastra
merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Untuk membedakannya (dari
arti bahasa), arti sastra disebut sebagai makna (significance).
Tanda bisa meliputi berbagai hal.
Dalam semiotik tanda-tanda bisa berupa kata-kata atau gambar-gambar yang bisa menghasilkan
makna. Dalam kaitannya dengan tanda tersebut, aplikasi semiotik dalam
mengidentifikasi makna suatu karya memberi ruang yang sangat lebar. Setiap
tanda terdiri dari suatu signifier (penanda) yaitu ujud materi tanda tersebut
dan signified (petanda) yaitu konsep yang diwakili penanda tadi (Wardoyo, 2005:
02).Dua tokoh penting perintis ilmu semiotika modern, yaitu Charles Sanders
Peirce (1839–1914 ) dan Ferdinand de Saussure (1857–1813) mengemukakan beberapa
pendapat mereka mengenai semiotik. Saussure menampilkan semiotik dengan membawa
latar belakang ciri-ciri linguistik yang diistilahkan dengan semiologi,
sedangkan Peirce menampilkan latar belakang logika yang diistilahkan dengan
semiotik. Peirce mendudukkan semiotika pada berbagai kajian ilmiah (Zoest,
1993: 1–2)
Dalam penelitian ini, konsep
semiotik yang akan digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran
Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterrevi. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, penulis
anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan
Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih
memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian
ini. Untuk pemaknaan puisi secara semiotik, Riffaterre dalam bukunya Semiotics
of Poetry (1978) mengemukakan empat hal pokok sebagai langkah pemroduksian
makna. Hal pertama adalah bahwa puisi merupakan aktivitas bahasa yang berbeda
dengan pemakaian bahasa pada umumnya. Puisi memiliki bahasa yang dapat
menyatakan beberapa konsep secara tidak langsung. Dalam puisi,
ketidaklangsungan ekspresi menduduki posisi yang utama. Ketidaklangsungan
ekspresi yang dimaksud disebabkan oleh adanya penggantian arti (displacing
of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan
penciptaan arti (creating of meaning). Riffaterre (1978: 2) menyatakan
bahwa penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi, serta
bahasa kiasan yang lain. Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu
ambiguitas (ketaksaan), kontradiksi, dan nonsens. Penciptaan arti diciptakan
melalui enjambement, homologue, dan tipografi.
Hal kedua adalah pembacaan heuristik
dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan pada taraf
mimesis atau pembacaan yang didasarkan konvensi bahasa. Karena bahasa memiliki
arti referensial, pembaca harus memiliki kompetensi linguistik agar dapat
menangkap arti (meaning). Kompetensi linguistik yang dimiliki oleh pembaca
itu berfungsi sebagai sarana untuk memahami beberapa hal yang disebut sebagai ungramatikal
(ketidakgramatikalan teks). Pembacaan ini juga disebut dengan pembacaan semiotik
pada tataran pertama. Dalam pembacaan pada tataran ini, masih banyak arti yang beraneka
ragam, makna yang tidak utuh, dan ketakgramatikalan. Untuk itu, pembacaan pada tataran
ini masih perlu dilanjutkan ke pembacaan tahap kedua. Pembacaan tataran kedua yang
dimaksud adalah pembacaan hermeneutik. Pada pembacaan ini, akan terlihat
hal-hal yang semula tidak gramatikal menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen
(Riffaterre, 1978: 5–6).
Hal ketiga adalah penentuan matriks
dan model. Dalam hal ini, matriks dapat dimengerti sebagai konsep abstrak yang
tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini dapat dirangkum dalam satu kata atau
frase. Meskipun demikian, kata atau frase yang dimaksud tidak pernah muncul
dalam teks puisi yang bersangkutan, tetapi yang muncul adalah aktualisasinya.
Aktualisasi pertama dari matriks adalah model. Model ini dapat berupa kata atau
kalimat tertentu. Berdasarkan hubungan ini, dapat dikatakan bahwa matriks
merupakan motor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi pembatas
derivasi itu (Riffaterre, 1978: 19-21).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Puisi “ Kutanyakan Kepadanya” karya Emha Ainun Najib
DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh : Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
3.2 Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
Untuk dapat memberi makna secara
semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan
hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978: 5–6). Konsep ini akan diterapkan
sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkap makna yang terkandung dalam
puisi.
Pembacaan heuristik menurut
Riffaterre (1978: 5) merupakan pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna
secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutic merupakan pembacaan tingkat
kedua untuk menginterpretasi makna secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca
lebih memahami apa yang sudah dia baca untuk kemudian memodifikasi pemahamannya
tentang hal itu.
Menurut Santosa (2004: 231) bahwa
pembacaan heuristik adalah pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat
mimetik (tiruan alam) dan membangun serangkaian arti yang heterogen,
berserak-serakan atau tak gramatikal. Hal ini dapat terjadi karena kajian
didasarkan pada pemahaman arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan
arti denotatif dari suatu bahasa. Sedangkan Pradopo (2005: 135) member definisi
pambacaan heuristik yaitu pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik
adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.
Pembacaan hermeneutik menurut
Santosa (2004: 234) adalah pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan
makna puisi secara utuh dan terpadu. Sementara itu, Pradopo (2005: 137)
mengartikan pembacaan hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan konvensi sistem
semiotik tingkat kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau
kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik.
Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman
yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik.
Puisi harus dipahami sebagai sebuah
satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur
kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara
struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya,
pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali
ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram
potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre, 1978: 5). Proses pembacaan
yang dimaksudkan oleh Riffaterre (Selden, 1993 :126) dapat diringkas sebagai
berikut.
1) Membaca untuk arti biasa.
2) Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang
merintangi
penafsiran mimetik yang biasa.
3) Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa
dalam teks.
4) Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah
pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam
teks.
3.1.1 Pembacaan Heuristik
DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh : Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah (sebenarnya) pencuri (itu)
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata (ciptaanya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan (lagi) kepadanya siapakah (yang) penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian (yang) sunnatulla berkata (pada umatnya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) pemalas (itu)
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem (edar) alam semesta
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
(Jawabnya) Ialah burung (yang) terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang (yang) lalai (terhadap waktu)
(Jawabnya) Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa (telah) mengelola (waktu)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang (yang) ingkar
(Jawabnya) Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam (tentang) benda (yang mengalir)
Maka berdusta (apa yang di jawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah penguasa yang tak memimpin
(Jawabnya) Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
(seharusnya) Orang wajib (untuk) menebangnya
(tanyalah lagi) Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah orang (yang) lemah (dalam) perjuangan
(Jawabnya) Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah pedagang (yang seperti) penyihir
(Jawabnya) Ialah kijang kencana (yang) berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Adapun (ditanyakan kepadanya) siapakah budak (yang mendahulukan) kepentingan
pribadi
(Jawabnya) Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Dan akhirnya (ditanyakan kepadanya) siapakah orang tak paham cinta
(Jawabnya) Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
3.1.2 Pembacaan Hermeneutik
Bait ke-1
Ditanyakan kepadanya siapakah
pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pencuri. Dengan bahasanya
penyair tersebut menjawab bahwa seorang pencuri adalah pisang yang berbuah
mangga. Memang benar seseorang yang menanam sesuatu harusnya memetik hasil yang
sama. Seperti seorang yang menanam pisang seharusnya juga akan memetik buah
pisang bukan mangga. Itu adalah perumpamaan untuk seorang pencuri. Sebagai
contoh seorang pegawai seharusnya akan mendapatkan gaji sebagai pegawai bukan
gaji layaknya seorang pengusaha supermarket yang sukses. Tapi karena sang
penanya tidak mengerti maka penyair tersebut di anggap seorang pendusta.
Pada Bait ke-2
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penumpuk harta. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang penumpuk harta adalah matahari
yang tak bercahaya. Itulah perumpamaan bagi seorang pemimpin yang tidak amanat.
Dia dihargai, dihormati, dan dibutuhkan bagi rakyat kecil layaknya sang mentari
tetapi dia tidak dermawan, sombong dan lupa akan kewajibannya sebagai seseorang
yang mengayomi rakyat. Seperti matahai yang harusnya bersinar.
Pada Bait ke-3
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pemalas. Dengan bahasanya
penyair tersebut menjawab bahwa seorang pemalas adalah bumi yang memperlambat
waktu edarnya. Itulah perumpamaan bagi seseorang pemalas yang suka
mengulur-ngulur waktu untuk mengerjakan tugas dan kewajibannya. Waktu tetap
berjalan,waktu didak dapat diperlambat tapi seorang pemalas akan membuang
waktunya dengan percuma.
Pada Bait ke-4
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penindas. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang penindas adalah gunung berapi
masuk kota. Itulah perumpamaan bagi para penguasa yang sewenang-wenang dan
menindas kaum yang lemah
Pada Bait ke-5
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pemanja kebebasan. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pemanja kebebasan adalah burung
terbang tinggi menuju matahari. Itualah perumpamaan bagi seseorang yang tidak
memegang aturan dalam hidupnya, dia ingin bebas tanpa aturan. Apabila ada
aturan yang mengikatnya maka dia akan melanggarnya.
Pada Bait ke-6
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang lalai. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang lalai adalah siang yang
bergilir ke malam hari. Itulah perumpamaan bagi seseorang yang lalai akan tugasnya,
Cak Nun menyindir para petinggi-petinggi yang lalai akan tugasnya, ingin
berkuasa selamanya sehingga para kaum muda tidak punya giliran untuk
memperbaiki bangsa.
Pada Bait ke-7
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang ingkar. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang ingkar adalah air yang mengalir
ke angkasa. Itulah perumpamaan bagi seorang yang suka ingkar, dia akan
berbohong untuk menutupi kebohongannya. Dia akan melakukan kebohongan untuk
menjadi alasan keingkarannya.
Pada Bait ke-8
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penguasa yang tak
memimpin. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa pengusaha yang tak
memimpin adalahbenalu raksasa yang memenuhi ladang. Benalu berada di atas,
semua makanan disuplai dari tanaman yang di tumpanginya. Maka dia seperti
pemimpin yang hanya ingin enaknya tapi tidak bertanggung jawab.
Pada Bait ke-9
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang lemah perjuangan.
Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang lemah perjuangan adalah
api yang tak membakar keringnya dedaunan. Orang yang sudah membara semangatnya
tetapi tidak memperjuangkan apa yang menjadi haknya.
Pada Bait ke-10
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pedagang penyihir. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pedagang penyihir atau
pedagang yang curang adalah kijang kencana berlari di atas air, dia bermain
curang dengan cara yang cepat dan tidak terlihat.
Pada Bait ke-11
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut budak yang mementingkan
kepentingan pribadi. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa budak itu
ibarat babi yang meminum air kencingnya. Karena dia kotor seperti babi dan
tidak malu untuk meminum air kencingnya, dia seperti penjilat.
Pada Bait ke-12
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah orang yang yak paham cinta. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab burung yang tertidur di kubangan kerbau.
Seperti cinta anak muda jaman sekarang apabila sudah cinta maka hal terburuk
pun akan dilakukan.
Semua
puisi itu menceritakan bahwa ucapan sang penyair dianggap dusta karena yang
dijawab tidak sesuai dengan kenyataan karena menggunakan bahasa kias sedangkan
sang penanya tidak mengerti arti dari jawaban sang penyair. Padahl yang penyair
menjawab jujur dengan bahasa sindiran.
3.3 Matrik, Model dan Varian
Riffaterre menjelaskan bahwa
memahami sebuah puisi sama dengan melihat sebuah donat. Terdapat ruang kosong
di tengah-tengah yang berfungsi untuk menunjang dan menopang terciptanya daging
donat di sekeliling ruang kosong itu. Dalam puisi, ruang kosong ini merupakan
pusat pemaknaan yang disebut dengan matriks. Matriks tidak hadir dalam sebuah
teks, namun aktualisasi dari matriks itu dapat hadir dalam sebuah teks yang
disebut model. Matriks itulah yang akhirnya memberikan kesatuan sebuah sajak
(Selden, 1993 :126).
3.3.1. Matrik dan Model
Seperti yang telah dijelaskan oleh Salden bahwa matrik tidak tampaj
dalam teks maka untuk sederhananya matrik adalah makna yang terdapat dalam tiap
larik puisi. Sedangkan, model adlah diksi yang hadir karena matrik. Sebelum pengarang
membuat sebuah puisi, pengarang sudah dapat gambaran secara umum tentang tema.
Kemudian membuat kalimat layaknya prosa dan akhirnya di minimaliskan dengan
pemilihan kata yang penuh dengan makna. Jadi untuk mempermudah penelitian
tentang matrik dan model peneliti membuat tabel.
MODEL
MATRIK
Ditanyakan
kepadanya siapakah pencuri
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pencuri
Jawabnya:
ialah pisang yang berbuah mangga
Seseorang
yang mendapat tidak sesuai dengan pekerjaannya
Tak
demikian Allah menata
Allah
tidak menciptakan sesuatu yang tidak Allah kehendaki, pisang akan berbuah
pisang
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Ditanyakan
kepadanya siapakah penumpuk harta
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa penumpuk harta
Jawabnya:
ialah matahari yang tak bercahaya
Seseorang
yang punya kekuasaan tetapi tidak mengayomi orang kecil
Tak
demikian sunnatullah berkata
Allah
tidak akan mendatangkan azab bagi hambanya
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Ditanyakan
kepadanya siapakah pemalas
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pemalas
Jawabnya:
bumi yang memperlambat waktu edarnya
Orang
yang malas dan senang mengulur waktu
Menjadi
kacaulah sistem alam semesta
Akan
hancur sistem alam semesta jika bumi memperlambat waktu edarnya
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Ditanyakan
kepadanya sapakah penindas
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa penindas
Jawabnya:
ialah gunung berapi masuk kota
Seorang
penindas
Dilanggarnya
tradisi alam dan manusia
Itu
melanggar apa yang sudah ditakdirkan Allah
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Ditanyakan
kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pemanja kebebasan
Ialah
burung terbang tinggi menuju matahari
Seorang
pemanja kebebasan yang tidak suka dengan aturan
Burung
Allah tak sedia bunuh diri
Tidak
ada maklhuk Allah yang tidak berakal akan bunuh diri kecuali atas perintah
Allah
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Ditanyakn
kepadanya siapa orang lalai
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang lalai
Ialah
siang yang tak bergilir ke malam hari
Orang
lalai yang egois
Sedangkan
Allah sedemikian rupa mengelola
Allah
telah menciptakan alam seisinya dengan sempurna maka mustahil ada kesalahan
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Ditanyakan
kepadanya siapa orang ingkar
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang ingkar
Ialah
air yang mengalir ke angkasa
Orang
yang ingkar dan bergelut dengan kebohongan
Padahal
telah ditetapkan hukum alam benda
Itu
mustahil karena ada hukum gravitasi
Maka
berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Kemudian
siapakah penguasa yang tak memimpin
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa penguasa yang tidak memimpin
Ialah
benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang
tidak memimpin secara amanah
Orang
wajib menebangnya
Orang
harus menebang benalu yang merugikan itu
Agar
tak berdusta ia
Maka
penyair dianggap berdusta
Kemudian
siapakah orang lemah perjuangan
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang yang lemah perjuangan
Ialah
api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang
yang dihadapannya telah ada apa yang menjadi haknya tetapi tidak
diperjuangkan
Orang
harus menggertak jiwanya
Orang
harus memarahinya agar dia sadar
Agar
tak berdusta ia
Agar
tidak berbohong apa yang dijawabnya
Kemudian
siapakah pedagang penyihir
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pedagang penyihir
Ialah
kijang kencana berlari di atas air
Seorang
pedagang yang curang
Orang
harus meninggalkannya
Orang
harus meninggalkannya sang penyair sendiri
Agar
tak berdusta ia
Agar
penyair itu tidak berbohong lagi
Adapun
siapakah budak kepentingan pribadi
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa budak kepentingan pribadi
Ialah
babi yang meminum air kencingnya sendiri
Seorang
yang sombong
Orang
harus melemparkan batu ke tengkuknya
Orang
harus melemparnya batu agar penyair itu tidak berbohong
Agar
tak berdusta ia
Agar
penyair tidak berbohong lagi
Dan
akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang yang tak paham cinta
Ialah
burung yang tertidur di kubangan kerbau
Seseorang
yang sudah buta akan cinta karena tidak bisa membedakan yang baik dan buruk
Nyanyikan
puisi di telinganya
Nyanyikan
sesuatu yang lembut untuk penyair itu
Agar
tak berdusta ia
Agar
tak berdusta lagi penyair itu
3.3.2. Varian
Varian dalam puisi
Cak Nun yang berjudul Ditanyakan Kepadanya ada 3, yaitu ditanyakan, jawabnya,
dan berdusta. Puisi tersebut berisi tentang Tanya jawab yang membahas masalah
di masyarakat. Dapat dibuktikan bahwa dalam puisi tersebut terjadi Tanya jawab
adalah dengan adanya kata ditanyakan dan dilanjutkan kata Jawabnya. Tetapi ada
kontra dalam puisi tersebut dimana sang penyair dianggap berdusta karena dia
menjawab dengan bahasa kias yang tidak dimengerti sang penanya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Emha Ainun Najib
yang berjudul Ditanyakan Kepadanya adalah puisi yang bertema tentang
masalah social dan moral yang ada di masyarakat era modern sekarang ini. Cak
Nun menggunakan bahasa dengan tema social yang khas. Dan dalam penelitian yang
di lakukan, puisi Ditanyakan Kepadanya dapat kita mengerti makna yang
sesungguhnya dengan mengkajinya melalui teori semiotic Riffatere yang berdasar
pada pemikiran Bapak Linguistik atau Ferdinan de Saussure. Dalam teori
Riffatere puisi Ditanyakan Kepadanya melalaui proses panjang hingga
mendapat makna yang sama dengan apa yang ingin disampaikan penulis dengan
pembaca. Melalui pembacaan heruistik dan hermeneutic kemudian dilanjukan dengan
penerapan matrik, model dan varian. Mengingat puisi adalah karya sastra yang
unik karena maknanya yang tidak tampak dan bahasa dalam puisi yang bernilai
estetik.
4.2 Saran
Karya sastra dapat
menjadi dijadikan sebagai wadah untuk menuangkan ide, gagasan, pemikiran,
perasaan atau juga sebuah peristiwa. Kadang tanpa sadar karya sastra dapat
menjadi alat perjuangan dan bukti sejarah. Oleh karena itu,kita sebagai kaum
muda yang harus terus berkarya dan melertarikan budaya menulis atau membaca.
Sebaiknya, emosi, bentuk protes atau pun kritik dan gagasan yang membangun
tidak diselesaikan dalam bentuk anarkis. Kita dapat mencontoh Cak Nun yang menuangkan
aksi protesnya dalam bentuk puisi. Itu akan lebih bermanfaat selain karyamu
dinikmati oleh orang lain, namamu juga harum sebagi generasi penuh dengan
kreasi.
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................ i
Kata Pengantar................................................................................................ ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3 Tujuan....................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 4
1.5 Definisi Operasional................................................................................ 5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Semiotik
Riffatere..................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Puisi “
Kutanyakan Kepadanya” karya Emha Ainun Najib..................... 9
3.2 Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik................................................... 11
3.3 Matrik, Model dan Varian........................................................................ 19
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan................................................................................................... 24
4.2
Saran........................................................................................................ 24
Daftar Pustaka
ANALISIS PUISI “DITANYAKAN KEPADANYA” KARYA EMHA AINUN NAJIB
(Sebuah Kajian Melalui Pendekatan Semiotik Riffaterre)
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
Dosen pengapu : Syamsun, S.Pd, M.A
Oleh :
Maysa Darlyanti
5.11.06.13.0.009
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang dapat saya sampaikan kecuali rasa syukur kehadirat Allah SWT hingga saat ini saya diberikan kesempatan untuk dapat menulis sebuah karya tulis, hanya karena rahmat yang diberikan-Nya saya dapat merangkai karya tulis ini hingga selesai. Apapun yang kami sajikan semoga selalu bermamfaat bagi para pembacanya.
Pada tulisan ini, saya dapat sampaikan tentang puisi yang dianalilis memalui kajian semiotic riffatere dimana didalam semiotic terdapat 3 pokok pembahasan matrix, model dan varian. Ketiga pembahasan ini tidak dapat dipisahkan karena mengungkap isi puisi dengan kontekstual. Saya juga akan menggunakan pemaknaan melalui pembacaan heruistik dan hermeneutic.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak DR. Ludi Wisnu Wardana, MM selaku dekan
2. Bapak Syamsun, S.Pd, M.A sebagai dosen pengapu
3. Dan pada rekan-rekan semua
Saya sangat menyadari, karya tulis ini masih banyak kekurangan baik isi maupun teknik penulisan, oleh sebab itu, kritik, saran dan pendapat dari pembaca sangat kami harapkan.
Mojokerto, 13 Januari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di
era modern ini sering kita jumpai penyimpangan-penyimpangan hukum yang sudah di
anggap sebagai hal yang biasa. Bahkan tak jarang dilanggar secara gamblang di
depan publik tanpa rasa malu. Melemahnya rasa malu oleh individu membuat
penyimpangan semakin merajalela. Nilai-nilai social dalam masyarakat akhirnya
menurun seiring dengan menurunnya nilai moral yang ada. Moral tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan social. Dalam proses bermasyarakat pastinya ada hal
yang baik dan hal yang menyimpang.
Bayak
cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan kesenjangan dan masalah social
yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan karya sastra. Karya satra sendiri adalah
hasil cipta rasa manusia yang dituangkan dalam bentuk karangan dengan memadukan
kenyataan dan imajinasi sehingga dapat
memperoleh nilai-nilai keindahannya. Karya sastra dapat berupa prosa,
puisi atau lakon. Sastra bisa juga disebut sebagai cabang dari seni, yang kedua
unsure integral dari kehidupan. Keduanya hampir bersama dengan adanya manusia,
karena diciptakan dan dinikmati manusia. Sastra telah menjadi bagian dari
pengalaman hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya sebagai
pengalaman maupun dari aspek penciptaannya, yang mengekspresikan pengalaman
batinnya ke dalam karya sastra.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks.
Untuk memahami, karya harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya sastra
diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya
sastra akan dapat dipahami. Contohnya seperti puisi, Puisi merupakan hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan lewat
susunan kata yang mempunyai makna. Puisi juga tersusun atas unsur-unsur yang
beraneka ragam. Unsur-unsur tersebut antara lain berupa kata-kata, bentuk, pola
rima, ritma, ide, makna atau masalah yang diperoleh penyairnya di dalam hidup
dan kehidupan yang hendak disampaikannya kepada pembaca, pendengar, melalui
teknik dan aspek–aspek tertentu. Unsur-unsur yang membangun puisi meliputi
imajinasi, emosi dan bentuknya yang khas (Junus, 1985: 14) . William J. Grace
dalam Sayuti (1985: 14) mengatakan bahwa watak puisi lebih mengutamakan
intuisi, imajinasi dan sintesa dibandingkan dengan prosa yang lebih
mengutamakan pikiran, konstruksi dan analisis.
Sebagai salah satu karya sastra, harus diakui
kalau puisi memang memiliki posisi yang unik. Ada unsur kebebasan yang mungkin
melampaui prosa. Permainan simbolisme yang dihadirkan tidak hanya dengan kata,
tetapi juga dengan angka dan bentuk-bentuk lain menghadirkan nuansa misteri
yang menarik.
Dengan puisi,
seseorang bisa memberikan kritik yang tajam tanpa terkesan mengkritik. Lewat
puisi seseorang bisa menyuarakan pemberontakan tanpa dianggap memberontak.
Bahkan, seseorang bisa dituduh sesat hanya karena puisi yang ditulisnya
menyerang keyakinan tertentu.Maka tak jarang orang akan mengernyitkan dahinya
karena melihat keanehan karya yang disebut puisi. Karena memang tidak mudah
memahami puisi hanya dari membaca sekali dua kali, apalagi sepintas.
Atas dasar di atas, puisi tidak
dapat di pahami secara langsung melainkan harus dilakukan pendekatan terhadap
puisi yang akan di analisis. Dalam penelitian ini, konsep semiotik yang akan
digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang
dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep
semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, peneliti menganggap tepat untuk
diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan Riffaterre
lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih
memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian
ini.
Dalam kaitannya dengan
pemaknaan, pembacalah yang seharusnya bertugas memberi makna karya sastra.
Khusus pemaknaan terhadap puisi, proses pemaknaan itu dimulai dengan pembacaan heuristik, yaitu menemukan meaning unsur-unsurnya
menurut kemampuan bahasa yang berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi tentang dunia luar
(mimetic function). Akan tetapi, pembaca kemudian harus meningkatkannya
ke tataran pembacaan hermeneutik yang di dalamnya kode karya sastra tersebut di
bongkar (decoding) atas dasar significance-nya. Untuk itu,
tanda-tanda dalam sebuah puisi memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan
pemaknaan terhadapnya ( Riffaterre, 1978: 4-6).
Dengan bertolak pada kerangka teori di atas, dapat dikatakan bahwa untuk dapat memahami
hakikat makna dari puisi Ditanyakan Kepadanya karya Emha Ainun Najib, perlu dilakukan interpretasi semiotik.
Pemilihan puisi karya Emha Ainun Najib ini memiliki kelebihan baik dari segi
tema maupun isi puisi, diantaranya pada
segi tema yang menampilkan fenomena social budaya, khususnya pada nilai moral
yang ada dimasyarakat.
Isi dari puisi Ditanyakan
Kepadanya karya Emha Ainun Najib menggambarkan tentang seorang sastrawan
yang ditanya tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan menjawabnya
dengan bahasa kiasan sehingga sang penanya merasa dirinya telah dibohongi
dengan jawaban tersebut dan mengganggap sastrawan tersebut hanya pendusta
belaka. Ini telah menjadi fenomena yang nyata dimana kehidupan sekarang ini
seorang yang jujur akan hancur dan seorang yang berdusta telah menumpuk
dosanya, sehingga para sastrawan menengahi hal itu dengan bahasa kias.
Hal ini pernah terjadi
pada masa penjajahan jepang, dimana semua kritikan tentang Jepang dilarang,
membuat sebuah karya yang berisi tentang pemberontakan Jepang akan mendapat
hukuman mati. Pada akhirnya di jaman itu karya satra yang dapat lolos hanya
karya sastra yang berbahasa kias.
Dalam karyanya Ditanyakan
Kepadanya, Emha Ainun Najib sangat
menunjukkan bagaimana persoalan social di masyarakat yang sudah di anggap
rahasia umum. Seperti seorang pencuri yang tidak lagi malu bahkan dengan
terang-terangan mencuri dihadapan sang pemilik harta. Dan bahasa sindiran yang
khas dari seorang Cak Nun sangat tampak.
Berdasarkan pertimbangan di atas,
dapat dikatakan bahwa puisi Ditanyakan Kepadanya memiliki persoalan-persoalan
tentang nilai sosial dan moral yang ada di masyarakat. Selain alasan-alasan di
atas, pemilihan puisi Ditanyakan Kepadanya objek penelitian ini, juga
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sampai saat ini, belum ada penelitian
terhadap puisi Ditanyakan
Kepadanya g karya Emha Ainun Najib.
1.2
Rumusah Masalah
Rumusahan Masalah Makalah ini adalah
1.2.1 Bagaimana Puisi Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan
Kepadanya ?
1.2.2 Bagaimana
kandungan makna puisi Ditanyakan Kepadanya pembacaan heruistik dan hermeneuitik
?
1.2.3 Bagaimana Matrix, Model dan Varian puisi Ditanyakan
Kepadanya ?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian makalah ini adalah
1.3.1 Puisi Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan Kepadanya
1.3.2 Mendeskripsikan pembacaan heruistik dan hermeneuitik
1.3.3 Mendeskripsikan Matrix, Model dan Varian
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat
teoretis dan praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah hasil
penelitian ini adalah untuk memperkaya referensi mengenai sosialisme yang
dituangkan melalui sebuah karya sastra.
Manfaat praktisnya adalah penelitian
ini dapat digunakan sebagai model untuk melihat dan menganalisis puisi melalui
pendekatan semiotik.
1.5
Definisi Operasional
Ditanyakan Kepadanya adalah judul dari puisi
Emha Ainun Najib mempunyai arti seseorang yang mempunyai pertanyaan kemudian
bertanya kepada orang lain (sastrawan) yang hanya disebutkan dengan kata ganti
–Nya. Ketika “Nya” ditanya dia hanya menjawab dengan perumpaan sehingga yang
bertanya mengganggap dia berdusta.
Analisis
Semiotic Riffatere adalah konsep semiotik
yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterre. Hal
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh
Riffaterre, penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep
dan teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi
secara semiotik, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang
akan dilakukan dalam penelitian ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Semiotik Riffatere
Semiotik merupakan
ilmu tentang tanda. Semiotik yang akan digunakan adalah semiotik Rifaterre
karena semiotik ini memiliki langkah-langkah khusus untuk menganalisis puisi. Pradopo
(2005: 121-122) menyatakan bahwa bahasa sebagi medium karya sastra merupakan
sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti.
Kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan
lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat atau
dengan kata lain dimaknai berdasarkan konvensi masyarakat. Sistem ketandaan ini
disebut semiotik. Begitu juga dengan ilmu yang mempelajari sistem-tanda-tanda
tersebut disebut semiotik(a) atau semiologi. Bahasa yang merupakan sistem tanda
dan sebagai medium karya sastra adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam ilmu
tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai system tanda tigkat pertama
disebut meaning (arti). , karya sastra juga merupakan system tanda yang lebih
tinggi kedudukannya dari bahasa, maka disebut semiotik tingkat kedua. Jadi sastra
merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Untuk membedakannya (dari
arti bahasa), arti sastra disebut sebagai makna (significance).
Tanda bisa meliputi berbagai hal.
Dalam semiotik tanda-tanda bisa berupa kata-kata atau gambar-gambar yang bisa menghasilkan
makna. Dalam kaitannya dengan tanda tersebut, aplikasi semiotik dalam
mengidentifikasi makna suatu karya memberi ruang yang sangat lebar. Setiap
tanda terdiri dari suatu signifier (penanda) yaitu ujud materi tanda tersebut
dan signified (petanda) yaitu konsep yang diwakili penanda tadi (Wardoyo, 2005:
02).Dua tokoh penting perintis ilmu semiotika modern, yaitu Charles Sanders
Peirce (1839–1914 ) dan Ferdinand de Saussure (1857–1813) mengemukakan beberapa
pendapat mereka mengenai semiotik. Saussure menampilkan semiotik dengan membawa
latar belakang ciri-ciri linguistik yang diistilahkan dengan semiologi,
sedangkan Peirce menampilkan latar belakang logika yang diistilahkan dengan
semiotik. Peirce mendudukkan semiotika pada berbagai kajian ilmiah (Zoest,
1993: 1–2)
Dalam penelitian ini, konsep
semiotik yang akan digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran
Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterrevi. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, penulis
anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan
Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih
memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian
ini. Untuk pemaknaan puisi secara semiotik, Riffaterre dalam bukunya Semiotics
of Poetry (1978) mengemukakan empat hal pokok sebagai langkah pemroduksian
makna. Hal pertama adalah bahwa puisi merupakan aktivitas bahasa yang berbeda
dengan pemakaian bahasa pada umumnya. Puisi memiliki bahasa yang dapat
menyatakan beberapa konsep secara tidak langsung. Dalam puisi,
ketidaklangsungan ekspresi menduduki posisi yang utama. Ketidaklangsungan
ekspresi yang dimaksud disebabkan oleh adanya penggantian arti (displacing
of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan
penciptaan arti (creating of meaning). Riffaterre (1978: 2) menyatakan
bahwa penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi, serta
bahasa kiasan yang lain. Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu
ambiguitas (ketaksaan), kontradiksi, dan nonsens. Penciptaan arti diciptakan
melalui enjambement, homologue, dan tipografi.
Hal kedua adalah pembacaan heuristik
dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan pada taraf
mimesis atau pembacaan yang didasarkan konvensi bahasa. Karena bahasa memiliki
arti referensial, pembaca harus memiliki kompetensi linguistik agar dapat
menangkap arti (meaning). Kompetensi linguistik yang dimiliki oleh pembaca
itu berfungsi sebagai sarana untuk memahami beberapa hal yang disebut sebagai ungramatikal
(ketidakgramatikalan teks). Pembacaan ini juga disebut dengan pembacaan semiotik
pada tataran pertama. Dalam pembacaan pada tataran ini, masih banyak arti yang beraneka
ragam, makna yang tidak utuh, dan ketakgramatikalan. Untuk itu, pembacaan pada tataran
ini masih perlu dilanjutkan ke pembacaan tahap kedua. Pembacaan tataran kedua yang
dimaksud adalah pembacaan hermeneutik. Pada pembacaan ini, akan terlihat
hal-hal yang semula tidak gramatikal menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen
(Riffaterre, 1978: 5–6).
Hal ketiga adalah penentuan matriks
dan model. Dalam hal ini, matriks dapat dimengerti sebagai konsep abstrak yang
tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini dapat dirangkum dalam satu kata atau
frase. Meskipun demikian, kata atau frase yang dimaksud tidak pernah muncul
dalam teks puisi yang bersangkutan, tetapi yang muncul adalah aktualisasinya.
Aktualisasi pertama dari matriks adalah model. Model ini dapat berupa kata atau
kalimat tertentu. Berdasarkan hubungan ini, dapat dikatakan bahwa matriks
merupakan motor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi pembatas
derivasi itu (Riffaterre, 1978: 19-21).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Puisi “ Kutanyakan Kepadanya” karya Emha Ainun Najib
DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh : Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
3.2 Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
Untuk dapat memberi makna secara
semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan
hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978: 5–6). Konsep ini akan diterapkan
sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkap makna yang terkandung dalam
puisi.
Pembacaan heuristik menurut
Riffaterre (1978: 5) merupakan pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna
secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutic merupakan pembacaan tingkat
kedua untuk menginterpretasi makna secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca
lebih memahami apa yang sudah dia baca untuk kemudian memodifikasi pemahamannya
tentang hal itu.
Menurut Santosa (2004: 231) bahwa
pembacaan heuristik adalah pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat
mimetik (tiruan alam) dan membangun serangkaian arti yang heterogen,
berserak-serakan atau tak gramatikal. Hal ini dapat terjadi karena kajian
didasarkan pada pemahaman arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan
arti denotatif dari suatu bahasa. Sedangkan Pradopo (2005: 135) member definisi
pambacaan heuristik yaitu pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik
adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.
Pembacaan hermeneutik menurut
Santosa (2004: 234) adalah pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan
makna puisi secara utuh dan terpadu. Sementara itu, Pradopo (2005: 137)
mengartikan pembacaan hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan konvensi sistem
semiotik tingkat kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau
kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik.
Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman
yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik.
Puisi harus dipahami sebagai sebuah
satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur
kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara
struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya,
pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali
ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram
potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre, 1978: 5). Proses pembacaan
yang dimaksudkan oleh Riffaterre (Selden, 1993 :126) dapat diringkas sebagai
berikut.
1) Membaca untuk arti biasa.
2) Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang
merintangi
penafsiran mimetik yang biasa.
3) Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa
dalam teks.
4) Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah
pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam
teks.
3.1.1 Pembacaan Heuristik
DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh : Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah (sebenarnya) pencuri (itu)
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata (ciptaanya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan (lagi) kepadanya siapakah (yang) penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian (yang) sunnatulla berkata (pada umatnya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) pemalas (itu)
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem (edar) alam semesta
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
(Jawabnya) Ialah burung (yang) terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang (yang) lalai (terhadap waktu)
(Jawabnya) Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa (telah) mengelola (waktu)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang (yang) ingkar
(Jawabnya) Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam (tentang) benda (yang mengalir)
Maka berdusta (apa yang di jawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah penguasa yang tak memimpin
(Jawabnya) Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
(seharusnya) Orang wajib (untuk) menebangnya
(tanyalah lagi) Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah orang (yang) lemah (dalam) perjuangan
(Jawabnya) Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah pedagang (yang seperti) penyihir
(Jawabnya) Ialah kijang kencana (yang) berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Adapun (ditanyakan kepadanya) siapakah budak (yang mendahulukan) kepentingan
pribadi
(Jawabnya) Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Dan akhirnya (ditanyakan kepadanya) siapakah orang tak paham cinta
(Jawabnya) Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
3.1.2 Pembacaan Hermeneutik
Bait ke-1
Ditanyakan kepadanya siapakah
pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pencuri. Dengan bahasanya
penyair tersebut menjawab bahwa seorang pencuri adalah pisang yang berbuah
mangga. Memang benar seseorang yang menanam sesuatu harusnya memetik hasil yang
sama. Seperti seorang yang menanam pisang seharusnya juga akan memetik buah
pisang bukan mangga. Itu adalah perumpamaan untuk seorang pencuri. Sebagai
contoh seorang pegawai seharusnya akan mendapatkan gaji sebagai pegawai bukan
gaji layaknya seorang pengusaha supermarket yang sukses. Tapi karena sang
penanya tidak mengerti maka penyair tersebut di anggap seorang pendusta.
Pada Bait ke-2
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penumpuk harta. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang penumpuk harta adalah matahari
yang tak bercahaya. Itulah perumpamaan bagi seorang pemimpin yang tidak amanat.
Dia dihargai, dihormati, dan dibutuhkan bagi rakyat kecil layaknya sang mentari
tetapi dia tidak dermawan, sombong dan lupa akan kewajibannya sebagai seseorang
yang mengayomi rakyat. Seperti matahai yang harusnya bersinar.
Pada Bait ke-3
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pemalas. Dengan bahasanya
penyair tersebut menjawab bahwa seorang pemalas adalah bumi yang memperlambat
waktu edarnya. Itulah perumpamaan bagi seseorang pemalas yang suka
mengulur-ngulur waktu untuk mengerjakan tugas dan kewajibannya. Waktu tetap
berjalan,waktu didak dapat diperlambat tapi seorang pemalas akan membuang
waktunya dengan percuma.
Pada Bait ke-4
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penindas. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang penindas adalah gunung berapi
masuk kota. Itulah perumpamaan bagi para penguasa yang sewenang-wenang dan
menindas kaum yang lemah
Pada Bait ke-5
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pemanja kebebasan. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pemanja kebebasan adalah burung
terbang tinggi menuju matahari. Itualah perumpamaan bagi seseorang yang tidak
memegang aturan dalam hidupnya, dia ingin bebas tanpa aturan. Apabila ada
aturan yang mengikatnya maka dia akan melanggarnya.
Pada Bait ke-6
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang lalai. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang lalai adalah siang yang
bergilir ke malam hari. Itulah perumpamaan bagi seseorang yang lalai akan tugasnya,
Cak Nun menyindir para petinggi-petinggi yang lalai akan tugasnya, ingin
berkuasa selamanya sehingga para kaum muda tidak punya giliran untuk
memperbaiki bangsa.
Pada Bait ke-7
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang ingkar. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang ingkar adalah air yang mengalir
ke angkasa. Itulah perumpamaan bagi seorang yang suka ingkar, dia akan
berbohong untuk menutupi kebohongannya. Dia akan melakukan kebohongan untuk
menjadi alasan keingkarannya.
Pada Bait ke-8
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penguasa yang tak
memimpin. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa pengusaha yang tak
memimpin adalahbenalu raksasa yang memenuhi ladang. Benalu berada di atas,
semua makanan disuplai dari tanaman yang di tumpanginya. Maka dia seperti
pemimpin yang hanya ingin enaknya tapi tidak bertanggung jawab.
Pada Bait ke-9
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang lemah perjuangan.
Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang lemah perjuangan adalah
api yang tak membakar keringnya dedaunan. Orang yang sudah membara semangatnya
tetapi tidak memperjuangkan apa yang menjadi haknya.
Pada Bait ke-10
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pedagang penyihir. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pedagang penyihir atau
pedagang yang curang adalah kijang kencana berlari di atas air, dia bermain
curang dengan cara yang cepat dan tidak terlihat.
Pada Bait ke-11
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut budak yang mementingkan
kepentingan pribadi. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa budak itu
ibarat babi yang meminum air kencingnya. Karena dia kotor seperti babi dan
tidak malu untuk meminum air kencingnya, dia seperti penjilat.
Pada Bait ke-12
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
Seseorang
bertanya kepada seorang penyair siapakah orang yang yak paham cinta. Dengan
bahasanya penyair tersebut menjawab burung yang tertidur di kubangan kerbau.
Seperti cinta anak muda jaman sekarang apabila sudah cinta maka hal terburuk
pun akan dilakukan.
Semua
puisi itu menceritakan bahwa ucapan sang penyair dianggap dusta karena yang
dijawab tidak sesuai dengan kenyataan karena menggunakan bahasa kias sedangkan
sang penanya tidak mengerti arti dari jawaban sang penyair. Padahl yang penyair
menjawab jujur dengan bahasa sindiran.
3.3 Matrik, Model dan Varian
Riffaterre menjelaskan bahwa
memahami sebuah puisi sama dengan melihat sebuah donat. Terdapat ruang kosong
di tengah-tengah yang berfungsi untuk menunjang dan menopang terciptanya daging
donat di sekeliling ruang kosong itu. Dalam puisi, ruang kosong ini merupakan
pusat pemaknaan yang disebut dengan matriks. Matriks tidak hadir dalam sebuah
teks, namun aktualisasi dari matriks itu dapat hadir dalam sebuah teks yang
disebut model. Matriks itulah yang akhirnya memberikan kesatuan sebuah sajak
(Selden, 1993 :126).
3.3.1. Matrik dan Model
Seperti yang telah dijelaskan oleh Salden bahwa matrik tidak tampaj
dalam teks maka untuk sederhananya matrik adalah makna yang terdapat dalam tiap
larik puisi. Sedangkan, model adlah diksi yang hadir karena matrik. Sebelum pengarang
membuat sebuah puisi, pengarang sudah dapat gambaran secara umum tentang tema.
Kemudian membuat kalimat layaknya prosa dan akhirnya di minimaliskan dengan
pemilihan kata yang penuh dengan makna. Jadi untuk mempermudah penelitian
tentang matrik dan model peneliti membuat tabel.
Oleh : Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
Oleh : Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah (sebenarnya) pencuri (itu)
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata (ciptaanya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan (lagi) kepadanya siapakah (yang) penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian (yang) sunnatulla berkata (pada umatnya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) pemalas (itu)
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem (edar) alam semesta
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
(Jawabnya) Ialah burung (yang) terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang (yang) lalai (terhadap waktu)
(Jawabnya) Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa (telah) mengelola (waktu)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang (yang) ingkar
(Jawabnya) Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam (tentang) benda (yang mengalir)
Maka berdusta (apa yang di jawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah penguasa yang tak memimpin
(Jawabnya) Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
(seharusnya) Orang wajib (untuk) menebangnya
(tanyalah lagi) Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah orang (yang) lemah (dalam) perjuangan
(Jawabnya) Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah pedagang (yang seperti) penyihir
(Jawabnya) Ialah kijang kencana (yang) berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Adapun (ditanyakan kepadanya) siapakah budak (yang mendahulukan) kepentingan pribadi
(Jawabnya) Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Dan akhirnya (ditanyakan kepadanya) siapakah orang tak paham cinta
(Jawabnya) Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
MODEL
|
MATRIK
|
Ditanyakan
kepadanya siapakah pencuri
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pencuri
|
Jawabnya:
ialah pisang yang berbuah mangga
|
Seseorang
yang mendapat tidak sesuai dengan pekerjaannya
|
Tak
demikian Allah menata
|
Allah
tidak menciptakan sesuatu yang tidak Allah kehendaki, pisang akan berbuah
pisang
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Ditanyakan
kepadanya siapakah penumpuk harta
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa penumpuk harta
|
Jawabnya:
ialah matahari yang tak bercahaya
|
Seseorang
yang punya kekuasaan tetapi tidak mengayomi orang kecil
|
Tak
demikian sunnatullah berkata
|
Allah
tidak akan mendatangkan azab bagi hambanya
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
Ditanyakan
kepadanya siapakah pemalas
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pemalas
|
Jawabnya:
bumi yang memperlambat waktu edarnya
|
Orang
yang malas dan senang mengulur waktu
|
Menjadi
kacaulah sistem alam semesta
|
Akan
hancur sistem alam semesta jika bumi memperlambat waktu edarnya
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Ditanyakan
kepadanya sapakah penindas
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa penindas
|
Jawabnya:
ialah gunung berapi masuk kota
|
Seorang
penindas
|
Dilanggarnya
tradisi alam dan manusia
|
Itu
melanggar apa yang sudah ditakdirkan Allah
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Ditanyakan
kepadanya siapa pemanja kebebasan
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pemanja kebebasan
|
Ialah
burung terbang tinggi menuju matahari
|
Seorang
pemanja kebebasan yang tidak suka dengan aturan
|
Burung
Allah tak sedia bunuh diri
|
Tidak
ada maklhuk Allah yang tidak berakal akan bunuh diri kecuali atas perintah
Allah
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Ditanyakn
kepadanya siapa orang lalai
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang lalai
|
Ialah
siang yang tak bergilir ke malam hari
|
Orang
lalai yang egois
|
Sedangkan
Allah sedemikian rupa mengelola
|
Allah
telah menciptakan alam seisinya dengan sempurna maka mustahil ada kesalahan
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Ditanyakan
kepadanya siapa orang ingkar
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang ingkar
|
Ialah
air yang mengalir ke angkasa
|
Orang
yang ingkar dan bergelut dengan kebohongan
|
Padahal
telah ditetapkan hukum alam benda
|
Itu
mustahil karena ada hukum gravitasi
|
Maka
berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Kemudian
siapakah penguasa yang tak memimpin
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa penguasa yang tidak memimpin
|
Ialah
benalu raksasa yang memenuhi ladang
|
Orang
tidak memimpin secara amanah
|
Orang
wajib menebangnya
|
Orang
harus menebang benalu yang merugikan itu
|
Agar
tak berdusta ia
|
Maka
penyair dianggap berdusta
|
|
|
Kemudian
siapakah orang lemah perjuangan
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang yang lemah perjuangan
|
Ialah
api yang tak membakar keringnya dedaunan
|
Orang
yang dihadapannya telah ada apa yang menjadi haknya tetapi tidak
diperjuangkan
|
Orang
harus menggertak jiwanya
|
Orang
harus memarahinya agar dia sadar
|
Agar
tak berdusta ia
|
Agar
tidak berbohong apa yang dijawabnya
|
Kemudian
siapakah pedagang penyihir
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa pedagang penyihir
|
Ialah
kijang kencana berlari di atas air
|
Seorang
pedagang yang curang
|
Orang
harus meninggalkannya
|
Orang
harus meninggalkannya sang penyair sendiri
|
Agar
tak berdusta ia
|
Agar
penyair itu tidak berbohong lagi
|
|
|
Adapun
siapakah budak kepentingan pribadi
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa budak kepentingan pribadi
|
Ialah
babi yang meminum air kencingnya sendiri
|
Seorang
yang sombong
|
Orang
harus melemparkan batu ke tengkuknya
|
Orang
harus melemparnya batu agar penyair itu tidak berbohong
|
Agar
tak berdusta ia
|
Agar
penyair tidak berbohong lagi
|
|
|
Dan
akhirnya siapakah orang tak paham cinta
|
Ditanyakan
kepada sang penyair siapa orang yang tak paham cinta
|
Ialah
burung yang tertidur di kubangan kerbau
|
Seseorang
yang sudah buta akan cinta karena tidak bisa membedakan yang baik dan buruk
|
Nyanyikan
puisi di telinganya
|
Nyanyikan
sesuatu yang lembut untuk penyair itu
|
Agar
tak berdusta ia
|
Agar
tak berdusta lagi penyair itu
|
3.3.2. Varian
Varian dalam puisi
Cak Nun yang berjudul Ditanyakan Kepadanya ada 3, yaitu ditanyakan, jawabnya,
dan berdusta. Puisi tersebut berisi tentang Tanya jawab yang membahas masalah
di masyarakat. Dapat dibuktikan bahwa dalam puisi tersebut terjadi Tanya jawab
adalah dengan adanya kata ditanyakan dan dilanjutkan kata Jawabnya. Tetapi ada
kontra dalam puisi tersebut dimana sang penyair dianggap berdusta karena dia
menjawab dengan bahasa kias yang tidak dimengerti sang penanya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Emha Ainun Najib
yang berjudul Ditanyakan Kepadanya adalah puisi yang bertema tentang
masalah social dan moral yang ada di masyarakat era modern sekarang ini. Cak
Nun menggunakan bahasa dengan tema social yang khas. Dan dalam penelitian yang
di lakukan, puisi Ditanyakan Kepadanya dapat kita mengerti makna yang
sesungguhnya dengan mengkajinya melalui teori semiotic Riffatere yang berdasar
pada pemikiran Bapak Linguistik atau Ferdinan de Saussure. Dalam teori
Riffatere puisi Ditanyakan Kepadanya melalaui proses panjang hingga
mendapat makna yang sama dengan apa yang ingin disampaikan penulis dengan
pembaca. Melalui pembacaan heruistik dan hermeneutic kemudian dilanjukan dengan
penerapan matrik, model dan varian. Mengingat puisi adalah karya sastra yang
unik karena maknanya yang tidak tampak dan bahasa dalam puisi yang bernilai
estetik.
4.2 Saran
Karya sastra dapat
menjadi dijadikan sebagai wadah untuk menuangkan ide, gagasan, pemikiran,
perasaan atau juga sebuah peristiwa. Kadang tanpa sadar karya sastra dapat
menjadi alat perjuangan dan bukti sejarah. Oleh karena itu,kita sebagai kaum
muda yang harus terus berkarya dan melertarikan budaya menulis atau membaca.
Sebaiknya, emosi, bentuk protes atau pun kritik dan gagasan yang membangun
tidak diselesaikan dalam bentuk anarkis. Kita dapat mencontoh Cak Nun yang menuangkan
aksi protesnya dalam bentuk puisi. Itu akan lebih bermanfaat selain karyamu
dinikmati oleh orang lain, namamu juga harum sebagi generasi penuh dengan
kreasi.