Selasa, 03 September 2013

Sekilas NEW (Novel Enggak Wanted)

ini memang bukan cerita best seller yang ketika sampai di toko buku langsung lenyap tak berbekas. ceritaku ini belum pernah masuk kemana-mana kecuali ke meja dosen untuk mendapat nilai sebagai tugas makul. ah, mengenaskan..:)
tapi ini cerita pertama kali yang buat aku bisa nulis pakek tanganku sendiri ( nggak pakek minjem" tangan tengga) ampe 125 halaman. sebernarnya sangat menyiksa..:(
bangganya aku suka ceritanya..(membesarkan hati doank yaaa)...
aku hanya sekedar membagi hasil novelku aja, tapi hanya sinopsisnya ajah.:) aku kasih nama nama novelku "Sahabat Baru di Pulau Ayam". konfliknya atu cuma gara-gara orang utan tapi akunya uda berusaha keras mengemas alur. aku cuma berharap, ya harapan kecil ajah kalau-kalau ceritaku ini bisa masuk ke penerbit...hehehe (ngarep ketinggian.. :P)
yok baca dikit cuplikannya. :


 Sahabat Baru di Pulau Ayam





Namanya Krisna Tandri Oentoro. Usianya 11 tahun. Ia duduk dikelas V SDN Permata. Mamanya bernama Tanti Ningrum dan ayahnya bernama Hendrik Oentoro. Berkulit putih, bermata sipit, berwajah oval tapi cenderung  agak bulat, rambut hitam dan selalu rapi atas intruksi dari sang mama. Cirri khas dari Ces adalah jambul kecil pada poni sebelah kanannya. Orang tua dan teman-temannya lebih senang memanggil Ces daripada Krisna.
Cerita ini berawal dari ayah Ces yang dipindah tugaskan ke Kalimantan Tengah. Ces pada awalnya sangat menolak acara pindah rumah ini karena memisahkan dirinya dengan sahabat-sahabatnya yang ada di pulau Jawa.
Seminggu di Kalimantan Ces bertemu seorang anak seusianya bernama Andreas. Ces juga menemukan Orang utan kecil yang diberi nama Oky. Tapi keberadaan Oky disembunyikan Ces dari keluarga dan sahabat-sahabatnya hingga suatu hari semua tau keberadaan Oky. Semua menentang keinginan Ces memelihara Oky. Itu yang membuat Ces kabur dari rumah.
Ces terbawa arus sungai karena menolong Oky yang hanyut. Andreas juga berusaha menolong Ces yang terbawa arus. Mereka terdampar di tepi sungai jauh didalam hutan. Mereka bertiga mulai berpetualang mencari jalan pulang. Ingin tau cerita selengkapnya? Novel ini wajib dibaca bagi kalian yang penasaran dengan isi cerita seluruhnya. Bisa hubungi saya di blog ini dan doakan bisa masuk kepenerbit…hehehehe :)

Senin, 18 Februari 2013

analisis puisi Ditanyakan kepadanya

ANALISIS PUISI “DITANYAKAN KEPADANYA” KARYA EMHA AINUN NAJIB

(Sebuah Kajian Melalui Pendekatan Semiotik Riffaterre)

 

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester

Dosen pengapu : Syamsun, S.Pd, M.A

 

 

Oleh :

Maysa Darlyanti

5.11.06.13.0.009

 

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT

MOJOKERTO

2013

 

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang dapat saya sampaikan kecuali rasa syukur kehadirat Allah SWT hingga saat ini saya diberikan kesempatan untuk dapat menulis sebuah karya tulis, hanya karena rahmat yang diberikan-Nya saya dapat merangkai karya tulis ini hingga selesai. Apapun yang kami sajikan semoga selalu bermamfaat bagi para pembacanya.

Pada tulisan ini, saya dapat sampaikan tentang puisi yang dianalilis memalui kajian semiotic riffatere dimana didalam semiotic terdapat 3 pokok pembahasan matrix, model dan varian. Ketiga pembahasan ini tidak dapat dipisahkan karena mengungkap isi puisi dengan kontekstual. Saya juga akan menggunakan pemaknaan melalui pembacaan heruistik dan hermeneutic.

Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1.      Bapak DR. Ludi Wisnu Wardana, MM selaku dekan

2.      Bapak Syamsun, S.Pd, M.A sebagai dosen pengapu

3.      Dan pada rekan-rekan semua

Saya sangat menyadari, karya tulis ini masih banyak kekurangan baik isi maupun teknik penulisan, oleh sebab itu, kritik, saran dan pendapat dari pembaca sangat kami harapkan.

Mojokerto, 13 Januari 2013

Penulis

 

 

 

 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di era modern ini sering kita jumpai penyimpangan-penyimpangan hukum yang sudah di anggap sebagai hal yang biasa. Bahkan tak jarang dilanggar secara gamblang di depan publik tanpa rasa malu. Melemahnya rasa malu oleh individu membuat penyimpangan semakin merajalela. Nilai-nilai social dalam masyarakat akhirnya menurun seiring dengan menurunnya nilai moral yang ada. Moral tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan social. Dalam proses bermasyarakat pastinya ada hal yang baik dan hal yang menyimpang.
Bayak cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan kesenjangan dan masalah social yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan karya sastra. Karya satra sendiri adalah hasil cipta rasa manusia yang dituangkan dalam bentuk karangan dengan memadukan kenyataan dan imajinasi sehingga dapat  memperoleh nilai-nilai keindahannya. Karya sastra dapat berupa prosa, puisi atau lakon. Sastra bisa juga disebut sebagai cabang dari seni, yang kedua unsure integral dari kehidupan. Keduanya hampir bersama dengan adanya manusia, karena diciptakan dan dinikmati manusia. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya sebagai pengalaman maupun dari aspek penciptaannya, yang mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Untuk memahami, karya harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Contohnya seperti puisi, Puisi merupakan hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan lewat susunan kata yang mempunyai makna. Puisi juga tersusun atas unsur-unsur yang beraneka ragam. Unsur-unsur tersebut antara lain berupa kata-kata, bentuk, pola rima, ritma, ide, makna atau masalah yang diperoleh penyairnya di dalam hidup dan kehidupan yang hendak disampaikannya kepada pembaca, pendengar, melalui teknik dan aspek–aspek tertentu. Unsur-unsur yang membangun puisi meliputi imajinasi, emosi dan bentuknya yang khas (Junus, 1985: 14) . William J. Grace dalam Sayuti (1985: 14) mengatakan bahwa watak puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi dan sintesa dibandingkan dengan prosa yang lebih mengutamakan pikiran, konstruksi dan analisis.
 Sebagai salah satu karya sastra, harus diakui kalau puisi memang memiliki posisi yang unik. Ada unsur kebebasan yang mungkin melampaui prosa. Permainan simbolisme yang dihadirkan tidak hanya dengan kata, tetapi juga dengan angka dan bentuk-bentuk lain menghadirkan nuansa misteri yang menarik.
Dengan puisi, seseorang bisa memberikan kritik yang tajam tanpa terkesan mengkritik. Lewat puisi seseorang bisa menyuarakan pemberontakan tanpa dianggap memberontak. Bahkan, seseorang bisa dituduh sesat hanya karena puisi yang ditulisnya menyerang keyakinan tertentu.Maka tak jarang orang akan mengernyitkan dahinya karena melihat keanehan karya yang disebut puisi. Karena memang tidak mudah memahami puisi hanya dari membaca sekali dua kali, apalagi sepintas.
Atas dasar di atas, puisi tidak dapat di pahami secara langsung melainkan harus dilakukan pendekatan terhadap puisi yang akan di analisis. Dalam penelitian ini, konsep semiotik yang akan digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, peneliti menganggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
Dalam kaitannya dengan pemaknaan, pembacalah yang seharusnya bertugas memberi makna karya sastra. Khusus pemaknaan terhadap puisi, proses pemaknaan itu dimulai dengan pembacaan heuristik, yaitu menemukan meaning unsur-unsurnya menurut kemampuan bahasa yang berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tentang dunia luar (mimetic function). Akan tetapi, pembaca kemudian harus meningkatkannya ke tataran pembacaan hermeneutik yang di dalamnya kode karya sastra tersebut di bongkar (decoding) atas dasar significance-nya. Untuk itu, tanda-tanda dalam sebuah puisi memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya ( Riffaterre, 1978: 4-6).
Dengan bertolak pada kerangka teori di atas, dapat dikatakan bahwa untuk dapat memahami hakikat makna dari puisi Ditanyakan Kepadanya karya Emha Ainun Najib, perlu dilakukan interpretasi semiotik. Pemilihan puisi karya Emha Ainun Najib ini memiliki kelebihan baik dari segi tema maupun  isi puisi, diantaranya pada segi tema yang menampilkan fenomena social budaya, khususnya pada nilai moral yang ada dimasyarakat.
Isi dari puisi Ditanyakan Kepadanya karya Emha Ainun Najib menggambarkan tentang seorang sastrawan yang ditanya tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan menjawabnya dengan bahasa kiasan sehingga sang penanya merasa dirinya telah dibohongi dengan jawaban tersebut dan mengganggap sastrawan tersebut hanya pendusta belaka. Ini telah menjadi fenomena yang nyata dimana kehidupan sekarang ini seorang yang jujur akan hancur dan seorang yang berdusta telah menumpuk dosanya, sehingga para sastrawan menengahi hal itu dengan bahasa kias.
Hal ini pernah terjadi pada masa penjajahan jepang, dimana semua kritikan tentang Jepang dilarang, membuat sebuah karya yang berisi tentang pemberontakan Jepang akan mendapat hukuman mati. Pada akhirnya di jaman itu karya satra yang dapat lolos hanya karya sastra yang berbahasa kias.
Dalam karyanya  Ditanyakan Kepadanya, Emha Ainun Najib sangat menunjukkan bagaimana persoalan social di masyarakat yang sudah di anggap rahasia umum. Seperti seorang pencuri yang tidak lagi malu bahkan dengan terang-terangan mencuri dihadapan sang pemilik harta. Dan bahasa sindiran yang khas dari seorang Cak Nun sangat tampak.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dikatakan bahwa puisi Ditanyakan Kepadanya memiliki persoalan-persoalan tentang nilai sosial dan moral yang ada di masyarakat. Selain alasan-alasan di atas, pemilihan puisi Ditanyakan Kepadanya objek penelitian ini, juga dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sampai saat ini, belum ada penelitian terhadap puisi Ditanyakan Kepadanya g karya Emha Ainun Najib.

1.2  Rumusah Masalah
Rumusahan Masalah Makalah ini adalah
1.2.1 Bagaimana Puisi Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan Kepadanya ?
1.2.2 Bagaimana kandungan makna puisi Ditanyakan Kepadanya pembacaan heruistik dan hermeneuitik ?
1.2.3 Bagaimana Matrix, Model dan Varian puisi Ditanyakan Kepadanya ?

1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian makalah ini adalah
1.3.1 Puisi Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan Kepadanya
1.3.2 Mendeskripsikan pembacaan heruistik dan hermeneuitik
1.3.3 Mendeskripsikan Matrix, Model dan Varian

1.4  Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat teoretis dan praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini adalah untuk memperkaya referensi mengenai sosialisme yang dituangkan melalui sebuah karya sastra.
Manfaat praktisnya adalah penelitian ini dapat digunakan sebagai model untuk melihat dan menganalisis puisi melalui pendekatan semiotik.

1.5  Definisi Operasional
 Ditanyakan Kepadanya adalah judul dari puisi Emha Ainun Najib mempunyai arti seseorang yang mempunyai pertanyaan kemudian bertanya kepada orang lain (sastrawan) yang hanya disebutkan dengan kata ganti –Nya. Ketika “Nya” ditanya dia hanya menjawab dengan perumpaan sehingga yang bertanya mengganggap dia berdusta.
Analisis Semiotic Riffatere adalah konsep semiotik yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian ini.











BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Semiotik Riffatere
            Semiotik merupakan ilmu tentang tanda. Semiotik yang akan digunakan adalah semiotik Rifaterre karena semiotik ini memiliki langkah-langkah khusus untuk menganalisis puisi. Pradopo (2005: 121-122) menyatakan bahwa bahasa sebagi medium karya sastra merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat atau dengan kata lain dimaknai berdasarkan konvensi masyarakat. Sistem ketandaan ini disebut semiotik. Begitu juga dengan ilmu yang mempelajari sistem-tanda-tanda tersebut disebut semiotik(a) atau semiologi. Bahasa yang merupakan sistem tanda dan sebagai medium karya sastra adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam ilmu tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai system tanda tigkat pertama disebut meaning (arti). , karya sastra juga merupakan system tanda yang lebih tinggi kedudukannya dari bahasa, maka disebut semiotik tingkat kedua. Jadi sastra merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Untuk membedakannya (dari arti bahasa), arti sastra disebut sebagai makna (significance).
Tanda bisa meliputi berbagai hal. Dalam semiotik tanda-tanda bisa berupa kata-kata atau gambar-gambar yang bisa menghasilkan makna. Dalam kaitannya dengan tanda tersebut, aplikasi semiotik dalam mengidentifikasi makna suatu karya memberi ruang yang sangat lebar. Setiap tanda terdiri dari suatu signifier (penanda) yaitu ujud materi tanda tersebut dan signified (petanda) yaitu konsep yang diwakili penanda tadi (Wardoyo, 2005: 02).Dua tokoh penting perintis ilmu semiotika modern, yaitu Charles Sanders Peirce (1839–1914 ) dan Ferdinand de Saussure (1857–1813) mengemukakan beberapa pendapat mereka mengenai semiotik. Saussure menampilkan semiotik dengan membawa latar belakang ciri-ciri linguistik yang diistilahkan dengan semiologi, sedangkan Peirce menampilkan latar belakang logika yang diistilahkan dengan semiotik. Peirce mendudukkan semiotika pada berbagai kajian ilmiah (Zoest, 1993: 1–2)
Dalam penelitian ini, konsep semiotik yang akan digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterrevi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotik, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Untuk pemaknaan puisi secara semiotik, Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978) mengemukakan empat hal pokok sebagai langkah pemroduksian makna. Hal pertama adalah bahwa puisi merupakan aktivitas bahasa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya. Puisi memiliki bahasa yang dapat menyatakan beberapa konsep secara tidak langsung. Dalam puisi, ketidaklangsungan ekspresi menduduki posisi yang utama. Ketidaklangsungan ekspresi yang dimaksud disebabkan oleh adanya penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Riffaterre (1978: 2) menyatakan bahwa penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi, serta bahasa kiasan yang lain. Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas (ketaksaan), kontradiksi, dan nonsens. Penciptaan arti diciptakan melalui enjambement, homologue, dan tipografi.
Hal kedua adalah pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan pada taraf mimesis atau pembacaan yang didasarkan konvensi bahasa. Karena bahasa memiliki arti referensial, pembaca harus memiliki kompetensi linguistik agar dapat menangkap arti (meaning). Kompetensi linguistik yang dimiliki oleh pembaca itu berfungsi sebagai sarana untuk memahami beberapa hal yang disebut sebagai ungramatikal (ketidakgramatikalan teks). Pembacaan ini juga disebut dengan pembacaan semiotik pada tataran pertama. Dalam pembacaan pada tataran ini, masih banyak arti yang beraneka ragam, makna yang tidak utuh, dan ketakgramatikalan. Untuk itu, pembacaan pada tataran ini masih perlu dilanjutkan ke pembacaan tahap kedua. Pembacaan tataran kedua yang dimaksud adalah pembacaan hermeneutik. Pada pembacaan ini, akan terlihat hal-hal yang semula tidak gramatikal menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen (Riffaterre, 1978: 5–6).
Hal ketiga adalah penentuan matriks dan model. Dalam hal ini, matriks dapat dimengerti sebagai konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini dapat dirangkum dalam satu kata atau frase. Meskipun demikian, kata atau frase yang dimaksud tidak pernah muncul dalam teks puisi yang bersangkutan, tetapi yang muncul adalah aktualisasinya. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model. Model ini dapat berupa kata atau kalimat tertentu. Berdasarkan hubungan ini, dapat dikatakan bahwa matriks merupakan motor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi pembatas derivasi itu (Riffaterre, 1978: 19-21).



















BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Puisi “ Kutanyakan Kepadanya” karya Emha Ainun Najib

DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh : Emha Ainun Najib

Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah  berkata
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia

Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia

Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia

Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia

Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia

Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia

3.2  Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
Untuk dapat memberi makna secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978: 5–6). Konsep ini akan diterapkan sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkap makna yang terkandung dalam puisi.
Pembacaan heuristik menurut Riffaterre (1978: 5) merupakan pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutic merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasi makna secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca lebih memahami apa yang sudah dia baca untuk kemudian memodifikasi pemahamannya tentang hal itu.
Menurut Santosa (2004: 231) bahwa pembacaan heuristik adalah pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan alam) dan membangun serangkaian arti yang heterogen, berserak-serakan atau tak gramatikal. Hal ini dapat terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan arti denotatif dari suatu bahasa. Sedangkan Pradopo (2005: 135) member definisi pambacaan heuristik yaitu pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.
Pembacaan hermeneutik menurut Santosa (2004: 234) adalah pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh dan terpadu. Sementara itu, Pradopo (2005: 137) mengartikan pembacaan hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik.
Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya, pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre, 1978: 5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre (Selden, 1993 :126) dapat diringkas sebagai berikut.
1) Membaca untuk arti biasa.
2) Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang merintangi
penafsiran mimetik yang biasa.
3) Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks.
4) Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.

3.1.1 Pembacaan Heuristik

DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh : Emha Ainun Najib

Ditanyakan kepadanya siapakah (sebenarnya) pencuri (itu)
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata (ciptaanya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia

Ditanyakan (lagi) kepadanya siapakah (yang) penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian (yang) sunnatulla berkata (pada umatnya)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia

Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) pemalas (itu)
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem (edar) alam semesta
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia

Ditanyakan kepadanya siapakah (seorang) penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia

Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
(Jawabnya) Ialah burung (yang) terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia

Ditanyakn kepadanya siapa orang (yang) lalai (terhadap waktu)
(Jawabnya) Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa (telah) mengelola (waktu)
Maka berdusta (apa yang dijawab) ia

Ditanyakan kepadanya siapa orang (yang) ingkar
(Jawabnya) Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam (tentang) benda (yang mengalir)
Maka berdusta (apa yang di jawab) ia

Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah penguasa yang tak memimpin
(Jawabnya) Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
(seharusnya) Orang wajib (untuk) menebangnya
(tanyalah lagi) Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia

Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah orang (yang) lemah (dalam) perjuangan
(Jawabnya) Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia
 
Kemudian (ditanyakan kepadanya) siapakah pedagang (yang seperti) penyihir
(Jawabnya) Ialah kijang kencana (yang) berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia

Adapun (ditanyakan kepadanya) siapakah budak (yang mendahulukan) kepentingan pribadi
(Jawabnya) Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia

Dan akhirnya (ditanyakan kepadanya) siapakah orang tak paham cinta
(Jawabnya) Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta (apa yang dijawab) ia



3.1.2 Pembacaan Hermeneutik
            Bait ke-1
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pencuri. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pencuri adalah pisang yang berbuah mangga. Memang benar seseorang yang menanam sesuatu harusnya memetik hasil yang sama. Seperti seorang yang menanam pisang seharusnya juga akan memetik buah pisang bukan mangga. Itu adalah perumpamaan untuk seorang pencuri. Sebagai contoh seorang pegawai seharusnya akan mendapatkan gaji sebagai pegawai bukan gaji layaknya seorang pengusaha supermarket yang sukses. Tapi karena sang penanya tidak mengerti maka penyair tersebut di anggap seorang pendusta.

Pada Bait ke-2
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah  berkata
Maka berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penumpuk harta. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang penumpuk harta adalah matahari yang tak bercahaya. Itulah perumpamaan bagi seorang pemimpin yang tidak amanat. Dia dihargai, dihormati, dan dibutuhkan bagi rakyat kecil layaknya sang mentari tetapi dia tidak dermawan, sombong dan lupa akan kewajibannya sebagai seseorang yang mengayomi rakyat. Seperti matahai yang harusnya bersinar.

Pada Bait ke-3
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pemalas. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pemalas adalah bumi yang memperlambat waktu edarnya. Itulah perumpamaan bagi seseorang pemalas yang suka mengulur-ngulur waktu untuk mengerjakan tugas dan kewajibannya. Waktu tetap berjalan,waktu didak dapat diperlambat tapi seorang pemalas akan membuang waktunya dengan percuma.

Pada Bait ke-4
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penindas. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang penindas adalah gunung berapi masuk kota. Itulah perumpamaan bagi para penguasa yang sewenang-wenang dan menindas kaum yang lemah

Pada Bait ke-5
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pemanja kebebasan. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pemanja kebebasan adalah burung terbang tinggi menuju matahari. Itualah perumpamaan bagi seseorang yang tidak memegang aturan dalam hidupnya, dia ingin bebas tanpa aturan. Apabila ada aturan yang mengikatnya maka dia akan melanggarnya.

Pada Bait ke-6
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang lalai. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang lalai adalah siang yang bergilir ke malam hari. Itulah perumpamaan bagi seseorang yang lalai akan tugasnya, Cak Nun menyindir para petinggi-petinggi yang lalai akan tugasnya, ingin berkuasa selamanya sehingga para kaum muda tidak punya giliran untuk memperbaiki bangsa.

Pada Bait ke-7
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang ingkar. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang ingkar adalah air yang mengalir ke angkasa. Itulah perumpamaan bagi seorang yang suka ingkar, dia akan berbohong untuk menutupi kebohongannya. Dia akan melakukan kebohongan untuk menjadi alasan keingkarannya.

Pada Bait ke-8
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut penguasa yang tak memimpin. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa pengusaha yang tak memimpin adalahbenalu raksasa yang memenuhi ladang. Benalu berada di atas, semua makanan disuplai dari tanaman yang di tumpanginya. Maka dia seperti pemimpin yang hanya ingin enaknya tapi tidak bertanggung jawab.

Pada Bait ke-9
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut orang lemah perjuangan. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa orang lemah perjuangan adalah api yang tak membakar keringnya dedaunan. Orang yang sudah membara semangatnya tetapi tidak memperjuangkan apa yang menjadi haknya.

Pada Bait ke-10
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut pedagang penyihir. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa seorang pedagang penyihir atau pedagang yang curang adalah kijang kencana berlari di atas air, dia bermain curang dengan cara yang cepat dan tidak terlihat.

Pada Bait ke-11
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah yang disebut budak yang mementingkan kepentingan pribadi. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab bahwa budak itu ibarat babi yang meminum air kencingnya. Karena dia kotor seperti babi dan tidak malu untuk meminum air kencingnya, dia seperti penjilat.

Pada Bait ke-12
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
Seseorang bertanya kepada seorang penyair siapakah orang yang yak paham cinta. Dengan bahasanya penyair tersebut menjawab burung yang tertidur di kubangan kerbau. Seperti cinta anak muda jaman sekarang apabila sudah cinta maka hal terburuk pun akan dilakukan.
Semua puisi itu menceritakan bahwa ucapan sang penyair dianggap dusta karena yang dijawab tidak sesuai dengan kenyataan karena menggunakan bahasa kias sedangkan sang penanya tidak mengerti arti dari jawaban sang penyair. Padahl yang penyair menjawab jujur dengan bahasa sindiran.

3.3  Matrik, Model dan Varian
Riffaterre menjelaskan bahwa memahami sebuah puisi sama dengan melihat sebuah donat. Terdapat ruang kosong di tengah-tengah yang berfungsi untuk menunjang dan menopang terciptanya daging donat di sekeliling ruang kosong itu. Dalam puisi, ruang kosong ini merupakan pusat pemaknaan yang disebut dengan matriks. Matriks tidak hadir dalam sebuah teks, namun aktualisasi dari matriks itu dapat hadir dalam sebuah teks yang disebut model. Matriks itulah yang akhirnya memberikan kesatuan sebuah sajak (Selden, 1993 :126).

3.3.1. Matrik dan Model
            Seperti yang telah dijelaskan oleh Salden bahwa matrik tidak tampaj dalam teks maka untuk sederhananya matrik adalah makna yang terdapat dalam tiap larik puisi. Sedangkan, model adlah diksi yang hadir karena matrik. Sebelum pengarang membuat sebuah puisi, pengarang sudah dapat gambaran secara umum tentang tema. Kemudian membuat kalimat layaknya prosa dan akhirnya di minimaliskan dengan pemilihan kata yang penuh dengan makna. Jadi untuk mempermudah penelitian tentang matrik dan model peneliti membuat tabel.

MODEL
MATRIK
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Ditanyakan kepada sang penyair siapa pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Seseorang yang mendapat tidak sesuai dengan pekerjaannya
Tak demikian Allah menata
Allah tidak menciptakan sesuatu yang tidak Allah kehendaki, pisang akan berbuah pisang
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Ditanyakan kepada sang penyair siapa penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Seseorang yang punya kekuasaan tetapi tidak mengayomi orang kecil
Tak demikian sunnatullah  berkata
Allah tidak akan mendatangkan azab bagi hambanya
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Ditanyakan kepada sang penyair siapa pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Orang yang malas dan senang mengulur waktu
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Akan hancur sistem alam semesta jika bumi memperlambat waktu edarnya
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Ditanyakan kepada sang penyair siapa penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Seorang penindas
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Itu melanggar apa yang sudah ditakdirkan Allah
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ditanyakan kepada sang penyair siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Seorang pemanja kebebasan yang tidak suka dengan aturan
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Tidak ada maklhuk Allah yang tidak berakal akan bunuh diri kecuali atas perintah Allah
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ditanyakan kepada sang penyair siapa orang  lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Orang lalai yang egois
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Allah telah menciptakan alam seisinya dengan sempurna maka mustahil ada kesalahan
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ditanyakan kepada sang penyair siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Orang yang ingkar dan bergelut dengan kebohongan
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Itu mustahil karena ada hukum gravitasi
Maka berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ditanyakan kepada sang penyair siapa penguasa yang tidak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang tidak memimpin secara amanah
Orang wajib menebangnya
Orang harus menebang benalu yang merugikan itu
Agar tak berdusta ia
Maka penyair dianggap berdusta


Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ditanyakan kepada sang penyair siapa orang yang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang yang dihadapannya telah ada apa yang menjadi haknya tetapi tidak diperjuangkan
Orang harus menggertak jiwanya
Orang harus memarahinya agar dia sadar
Agar tak berdusta ia
Agar tidak berbohong apa yang dijawabnya
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ditanyakan kepada sang penyair siapa pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Seorang pedagang yang curang
Orang harus meninggalkannya
Orang harus meninggalkannya sang penyair sendiri
Agar tak berdusta ia
Agar penyair itu tidak berbohong lagi


Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ditanyakan kepada sang penyair siapa budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Seorang yang sombong
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Orang harus melemparnya batu agar penyair itu tidak berbohong
Agar tak berdusta ia
Agar penyair tidak berbohong lagi


Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ditanyakan kepada sang penyair siapa orang yang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Seseorang yang sudah buta akan cinta karena tidak bisa membedakan yang baik dan buruk
Nyanyikan puisi di telinganya
Nyanyikan sesuatu yang lembut untuk penyair itu
Agar tak berdusta ia
Agar tak berdusta lagi penyair itu

3.3.2. Varian

            Varian dalam puisi Cak Nun yang berjudul Ditanyakan Kepadanya ada 3, yaitu ditanyakan, jawabnya, dan berdusta. Puisi tersebut berisi tentang Tanya jawab yang membahas masalah di masyarakat. Dapat dibuktikan bahwa dalam puisi tersebut terjadi Tanya jawab adalah dengan adanya kata ditanyakan dan dilanjutkan kata Jawabnya. Tetapi ada kontra dalam puisi tersebut dimana sang penyair dianggap berdusta karena dia menjawab dengan bahasa kias yang tidak dimengerti sang penanya.










BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
            Emha Ainun Najib yang berjudul Ditanyakan Kepadanya adalah puisi yang bertema tentang masalah social dan moral yang ada di masyarakat era modern sekarang ini. Cak Nun menggunakan bahasa dengan tema social yang khas. Dan dalam penelitian yang di lakukan, puisi Ditanyakan Kepadanya dapat kita mengerti makna yang sesungguhnya dengan mengkajinya melalui teori semiotic Riffatere yang berdasar pada pemikiran Bapak Linguistik atau Ferdinan de Saussure. Dalam teori Riffatere puisi Ditanyakan Kepadanya melalaui proses panjang hingga mendapat makna yang sama dengan apa yang ingin disampaikan penulis dengan pembaca. Melalui pembacaan heruistik dan hermeneutic kemudian dilanjukan dengan penerapan matrik, model dan varian. Mengingat puisi adalah karya sastra yang unik karena maknanya yang tidak tampak dan bahasa dalam puisi yang bernilai estetik.

4.2 Saran
            Karya sastra dapat menjadi dijadikan sebagai wadah untuk menuangkan ide, gagasan, pemikiran, perasaan atau juga sebuah peristiwa. Kadang tanpa sadar karya sastra dapat menjadi alat perjuangan dan bukti sejarah. Oleh karena itu,kita sebagai kaum muda yang harus terus berkarya dan melertarikan budaya menulis atau membaca. Sebaiknya, emosi, bentuk protes atau pun kritik dan gagasan yang membangun tidak diselesaikan dalam bentuk anarkis. Kita dapat mencontoh Cak Nun yang menuangkan aksi protesnya dalam bentuk puisi. Itu akan lebih bermanfaat selain karyamu dinikmati oleh orang lain, namamu juga harum sebagi generasi penuh dengan kreasi.

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Halaman Judul................................................................................................      i

Kata Pengantar................................................................................................      ii

Daftar Isi.........................................................................................................      iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................      1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................      4

1.3 Tujuan.......................................................................................................      4

1.4  Manfaat Penelitian...................................................................................      4

1.5  Definisi Operasional................................................................................      5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Semiotik Riffatere.....................................................................................      6

BAB III PEMBAHASAN

3.1  Puisi “ Kutanyakan Kepadanya” karya Emha Ainun Najib.....................      9

3.2  Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik...................................................      11

3.3  Matrik, Model dan Varian........................................................................      19

BAB IV PENUTUP

4.1  Simpulan...................................................................................................      24

4.2    Saran........................................................................................................      24

Daftar Pustaka

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Pramono, Djoko. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: Gramedia.

____________________. 1987. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University Press.

Wardoyo, Subur. 2005. Semiotika dan Struktur Narasi. Kajian Sastra. Vol 29. Zoest. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya (diindonesiakan Ani Soekawati) Jakarta: Yayasan Sumber Agung. Semarang.

Selden, Raman. 1986. A Reader’s Guide to Contemporary Literary Theory.Sussex: The Harvester Press.